Saturday, 27 October 2012

TUGAS TERSTRUKTUR PENGENDALIAN HAMA dan PENYAKIT TERPADU PENERAPAN KONSEP PHT PADA KOMODITAS CABE ( Capsicum annum)


TUGAS TERSTRUKTUR
PENGENDALIAN HAMA dan PENYAKIT TERPADU
PENERAPAN KONSEP PHT PADA KOMODITAS
CABE ( Capsicum annum)


I. PENDAHULUAN
Perlindungan tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kualitas dan kuantitas produksi yang baik dan maksimal. Perlindungan tanaman yang diutamakan memakai sistem pengendalian hama terpadu sebagai salah satu cara untuk menekan pertumbuhan hama.  
Pengendalian hama terpadu didefinisikan sebagai cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan berkelanjutan. Dengan pengertian ini, konsepsi PHT telah sejalan dengan paradigma pembangunan agribisnis. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dalam kerangka penerapan PHT secara konvensional ini menimbulkan dampak negatif yang merugikan baik ekonomi, kesehatan, maupun lingkungan sebagai akibat penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan.
Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah satu pertimbangan dasar pentingnya melakukan introduksi teknologi PHT adalah adanya pergeseran strategi pembangunan dari pendekatan pertumbuhan, top down, dan bersifat jangka pendek (pola pembangunan konvensional) ke arah pendekatan pembangunan pemerataan, partisipatif, jangka panjang dan berkelanjutan yang disebut pola pembangunan berkelanjutan.  Disini akan dibahas bagaimana penerapan konsep PHT pada bidudaya tanaman cabe (Capsicum annum ) baik secara teoritis atau pun penerapan di petani.
A.    Arti Penting Tanaman Cabai.
Cabai merupakan salah satu tanaman perdu dari famili Solanaceae.  Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan disebarluaskan ke seluruh dunia oleh para pelancong dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang tinggi selain itu juga memiliki beberapa manfaat kesehatan bagi manusia. Jenis dan ragam tanaman cabai cukup banyak, diperkirakan terdapat 20 jenis cabai di seluruh dunia. Jenis cabai yang umum dibudidayakan oleh masyarakat adalah C. annuum, C. frutescens, C.  chinense, C.  pendulum dan C. pubescens.
Buah cabai memiliki rasa dan aroma yang khas, beberapa jenis kuliner nusantara menggunakan cabai sebagai salah bahan pelengkapnya. Buah cabai mengandung vitamin, gizi, protein, lemak, karbohidrat,  kalsium, vitamin A, B1, dan vitamin C. Buah cabai tidak hanya dimanfaatan  sebagai bahan penambah rasa, aroma atau hiasan pada makanan, buah cabai juga digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan obat-obatan herbal yang mulai booming pada saat ini.
Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang memilki nilai ekonomi yang tinggi. Cabai mengandung berbagai macam senyawa yang berguna bagi kesehatan selain mengandung vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang, dan memiliki kandungan zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker.
Budidaya tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dalam sebuah polybag melalu proses persemaian lalu dipindah menuju lahan dan bibit yang digunakan berasal dari tanaman yang seragam, sehat, serta bebas dari hama dan penyakit. Cabai atau lombok merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi.


B.     Pengendalian Hama dan penyakit yang dapat dilakukan
1)        Pengendalian hama
Dalam PHT beberapa komponen pengendalian yang dapat diterapkan untuk mengendalikan organisme penggangu tanaman (OPT) pada tanaman cabe merah adalah sebagai berikut:
A.  Pra-tanam
1.    Perencanaan ekosistem
·      Lahan yang akan ditanami sebaiknya bukan lahan bekas tanaman cabe merah atau keluarga teterongan (Solanacea). Ini untuk memutus daur hidup OPT sebelumnya.
·      Sanitasi lahan, dengan cara membersihkan gulma dan sisa tanaman yang kemungkinan menjadi sumber infeksi pada tanaman cabai merah mendatang
·      Dilaksanakan pengolahan tanah mengikuti kaidah agronomi yang benar dan dibuat saluran
·      Di dataran medium dan tinggi penggunaan mulsa plastic perak dapat mencegah infeksi kutu daun dari luar pertanaman cabe, serta mencegah thrip mencapai tanah untuk berpupa sehingga daur hidup thrip akan terputus. Didataran rendah sebaiknya digunakan mulsa jerami, tetepi hanya pada musim kemarau. Mulsa jerami dipasang setelah cabai berumur ± 2 minggu setelah tanam. Penggunaan mulsa jerami dimaksudkan untuk menekan hama thrip, karena pada mulsa jerami terdapat banyak predator seperti tungau dan Colembola. Predator tersebutakan memangsa thrip yang berpupa di dalam tanah.
·      Perencanaan pola tanam yang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman di lapangan seperti:
a)   Tumpangsari cabai merah dengan bawang daun dapat menekan serangan kutu daun persik, karena bawang daun bersifat pengusir hama tersebut.
b)   Tumpang gilir cabai merah dengan bawang merah akan menekan serangan kutu daun dan thrip pada tanaman cabai muda.
c)   Penggunaan tanaman perangakap hama : tanaman caisin yang ditanam disekeliling tanaman cabai merah dapat menekan serangan kutu daun persik, karena caisin lebih disukai  oleh hama tersebut daripada tanaman cabai. Jika populasi hama tersebut tinggi, penyemprotan insektisida hanya dilakukan terhadap tanaman perangkap tersebut.
2.    Persemaian
·      Benih cabai merah dipilih yang sehat ditandai dengan permukaan mengkilat dan bernas.
·      Perlakuan benih dengan air hangat selama ± 1 jam, dimaksudkan untuk menghilangkan sumber penyakit yang terbawa dari biji.
·      Untuk menghindari terinfeksi kutu daun persik dan thrip dari luar, persemaian sebaiknya ditutup dengan kain kasa atau kain triket.

B.  Tanaman dan pemeliharaan tanaman:
Setelah melakukan proses penanaman tanaman cabai merah, konsep PHT yang dilakukan dengan melakukan pemasangan perangkap hama buatan yaitu:
a.    Perangkap likat
Tujuan pemasangan perangkap likat warna biru atau putih adalah untuk menekan serangan hama trips pada tanaman cabai, jumlah perangkap yang diperlukan adalah sebanyak 40 buah/ha, perangkat dibuat dari potongan paralon diameter 10 cm dan panjang  ± 10 cm yang diberi cat warna putih dan biru, digantungkan diatas tanaman cabai. Lem digunakan dapat berupa lem kayu yang diencerkan dengan vaselin. Lem dipasang setiap seminggu sekali.
b.    Perangkap liat ulat grayak
Pemasangan perangkap ini dilakukan pada saat tanaman mulai terserang serangan hama jenis ulat. Pemasangan dilakukan dengan  memasang perangkap feromonoid seks s. Litura (ulat grayak) sebanyak 40 buah/ha. Kapsul feromonoid seks dipasang diatas Waskom yang diberi air sabun karton berperekat untuk menjebak imago s. Litura.
c.    Atraktan metil eugenol atau protein hidrolisat.
Penggunaan perangkap ini dilakukan untuk menekan serangan lalat buah. Pemasangan alat ini dilakukan sebulan setelah tanaman cabai merah ditanam. Jumlah perangkap yang diperlukan sebanyak 40 buah/ha dengan dosis 1 cc/perangkap.Dua minggu sekali perlu ditambahkan lagi atraktan tersebut.Pemasangan atraktan ini dilakukan sampai akhir panen.
d.   Perangkap baki kuning
Hama kutu daun menyerang tanaman pada bagian daun yang berwarna kuning. Dengan pemasangan perangkap baki kuning, populasi dan intensitas kerusakan tanaman cabai dapat dikurangi.Pada perangkap kuning diberi air sabun untuk menjebak kutu daun. Keputusan pengendalian hama dengan pestisida pada tanaman cabai harus berdasarkan nilai ambang pengendalaian hama tersebut, yaitu:
a.    Jika populasi kutu daun persik telah mencapai 7 ekor/10 daun atau kerusakan daun/ tanaman cabai merah disemprot dengan insektisida.
b.    Jika serangan tungau telah mencapai  ± 15 % per tanaman contoh disemprot dengan insektisida.
c.    Jika intensitas kerusakan oleh serangan ulat grayak telah mencapai ≥ 12,5%, tanaman cabai disemprot dengan insektisida. Insektisida yang dianjurkan antara lain triazofos, lufenuron atau flufenoksuron.

C.  PENGENDALIAN PENYAKIT
Beberapa cara pengendalian penyakit (OPT) yang direkomendasikan berdasarkan prinsip PHPT pada tanaman cabai adalah sebagai berikut:
1.      Menanam bibit yang bebas pathogen pada lahan yang tidak terkontaminasi oleh pathogen tersebut, baik dipersemaian maupun dilapangan.
2.      Perlakuan biji dengan cara merendam biji dalam air panas (55 °C) selama 30 menit atau perlakuan dengan fungisida sistemik yaitu golongan triazolei dan pyrimidin.
3.        Sanitasi lapangan dengan cara memusnahkan bagian tanaman terinfeksi dengan maksud menekan populasi awal pathogen.
Penyakit : antraknose, bercak daun Circospora, busuk Fitoptora, busuk daun Chaoanephora, bercak bakteri, busuk lunak bakteri.
4.        Pergiliran tanaman dengan tanaman lain yang bukan ruang C.capsiei  ataupunC. gloesperiodes.
Penykit : antraknos, busuk Fitoptora, busuk daun Chaoanephora, bercak bakteri, busuk lunak bakteri, Layu bakteri.
5.      Memusnahkan atau menghindari bermacam-macam gulma (terutama Borreri/Cypeus) yang merupakan inang.
Penyakit: antraknose, penyakit krupuk, layu fusarium.
C.    Konsep PHPT
Pada prinsipnya, konsep pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hama yang dilakukan dengan mengggunakan kekuatan unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang merugikan. Pengendalian hama terpadu berpegang pada prinsi-prinsip sebagai berikut :

1.   Pemanfaatan pengandalian alami (secara biologis dan mekanis) seoptimal mungkin, dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat mematikan musuh alami atau organism yang bukan sasaran.
2.   Pengolahan ekosistem dengan mengubah microhabitat sehingga tidak menguntungkan bagi kehidupan organism pengganggu (hama dan pathogen), melalui teknik budidaya yang intensif : penanaman bibit dari varietas yang tahan hama dan penyakit, pergiliran tanaman untuk memutus siklus hidup hama dan pathogen, sanitasi (kebersihan) lingkungan pengolahan tanah secara intensif, pemberian air pengairan yang sehat, pemupukan yang berimbang menurut kebutuhan, dan pengaturan jarak tanam.
3.   Penggunaan pestisida secara bijaksana, yaitu dengan memperhatikan waktu, dosis, dan efektivitas. Pestisida harus digunakan pada saat yang tepat, yakni pengendalian dengan cara lain sudah tidak memungkinkan lagi. Dosis juga harus tepat, menurut kondisi setetmpat dan luas areal yang terserang. Dengan demikian, efek letal pestisida tidak mempengruhi areal pertanaman yang lain. Penggunaan pestisida juga harus efektif, yaitu memilih jenis pestisida yang mempunyai daya racun tinggi dan hanya mematikan hama atau pathogen sasaran.
D.    Implementasi PHPT yang dapat diterapkan di tingkat petani
a.  Pengendalian secara  Kultur Teknis
Pengendalian secara kultur teknis pada cabai dapat dilakukan  dengan pengelolaan tanah dan air, sanitasi, penggunaan benih/bibit sehat,  pemupukan berimbang, drainase/ guludan, tumpang sari, tanaman perangkap, dan  penggunaan varietas tahan. Penanaman tanaman perangkat atau pengikat hama, pemusnahan gulma dan pembuangan bagian tanaman yang terserang dengan cara membakar tanaman tersebut.
b. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati yang dilakukan disini adalah menggunakan musuh alami, agens hayati lainya yang sangat spesifik. Agens hayati Thricoderma spp., Gliocladium sp., Thirps, kutu daun, Parasitoid Aphidius sp., predator kumbang Coccinella transversalis pengendalian hayati yang dilakukan disini adalah menggunakan musuh alami, agens hayati lainya yang sangat spesifik. Agens hayati Thricoderma spp., Gliocladium sp., Thirps, kutu daun, Parasitoid Aphidius sp., predator kumbang Coccinella transversalis, Menochilus sexmaculata, Chrysopa sp., larva Syrphidae, Harmonia octamaculata, Microphis lineata, Verculata, Microphis lineata, Veranius sp. Dan pathogen Entomophthora, Verticulum sp.
c.  Pengendalian secara Mekanis atau Fisik,
·         Sanitasi atau eradiksi selektif terhadap tanaman yang terserang penyakit
·         Sanitasi terhadap tumbuhan pengganggu yang kemungkinan menjadi tanaman inang lain dari penyakit .
·         Pengambilan kelompok telur, larva, atau imago vector virus dari tanaman secara langsung.
·         Pemasangan perangkap ikat likat kuning (kutu kebul), likat putih (thrips, kutu daun). Penggunaan perangkap air berwarna kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2, dipasang ditengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu.
·         Dengan penggunaan kain kasa atau kelambu baik di bedengan pesemaian maupun di lapangan.
d.  Pengendalian secara Kimiawi.
Pengendalian secara kimiawi ditinjau dalam hal menekan polulasi hama, dan penggunaan insektisida yang efektif, terdaftar, dan diizinkan menteri pertanian.Pengendalian secara kimiawi menjadi alternatif terakhir dalam PHT.
Ditinjau dari cara mengekplorasi bahan aktif nya pestisida dibagi dalam 2 bagian, yaitu :


1.    Pestisida hayati
Pestisida yang di ekplorasi dari makhluk hidup karena kandungan bahan aktifnya yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit. Pestisida hayati dapat berupa pestisida nabati (tumbuhan) dan agen hayati (cendawan, bakteri,virus, dsb).
2.    Pestisida sintetis
Pestisida sintetis ini terbuat dari bahan aktif dari hasil sintesis kimia yang terdiri dari beberapa golongan.
Pada dasarnya konsep PHT ini belum bisa diterapkan oleh semua petani, banyak petani tidak mementingkan konsep ini, mereka lebih mementingkan hasil yang didapat dibanding dampak atau efek yang ditimbulkan pada sistem budidaya secara berkelanjutan.

No comments :

Post a Comment