TUGAS TERSTRUKTUR
PENGENDALIAN HAMA dan
PENYAKIT TERPADU
PENERAPAN KONSEP PHT
PADA KOMODITAS
CABE ( Capsicum annum)
I. PENDAHULUAN
Perlindungan tanaman merupakan bagian dari sistem
budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat
serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kualitas dan kuantitas
produksi yang baik dan maksimal. Perlindungan tanaman yang diutamakan memakai
sistem pengendalian hama terpadu sebagai salah satu cara untuk menekan
pertumbuhan hama.
Pengendalian hama terpadu didefinisikan sebagai cara
pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan (OPT) yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi
dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan
berkelanjutan. Dengan pengertian ini, konsepsi PHT telah sejalan dengan
paradigma pembangunan agribisnis. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi
terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan
penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dalam kerangka penerapan PHT secara
konvensional ini menimbulkan dampak negatif yang merugikan baik ekonomi,
kesehatan, maupun lingkungan sebagai akibat penggunaan yang tidak tepat dan
berlebihan.
Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest
Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka
tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi,
menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang
berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah
satu pertimbangan dasar pentingnya melakukan introduksi teknologi PHT adalah
adanya pergeseran strategi pembangunan dari pendekatan pertumbuhan, top
down, dan bersifat jangka pendek (pola pembangunan konvensional) ke arah
pendekatan pembangunan pemerataan, partisipatif, jangka panjang dan
berkelanjutan yang disebut pola pembangunan berkelanjutan. Disini akan dibahas bagaimana penerapan
konsep PHT pada bidudaya tanaman cabe (Capsicum
annum ) baik secara teoritis atau pun penerapan di petani.
A. Arti Penting Tanaman Cabai.
Cabai merupakan salah satu
tanaman perdu dari famili Solanaceae.
Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan disebarluaskan ke seluruh dunia
oleh para pelancong dan merupakan salah
satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia
karena memiliki harga jual yang tinggi selain itu juga memiliki beberapa
manfaat kesehatan bagi manusia. Jenis dan ragam tanaman cabai cukup banyak,
diperkirakan terdapat 20 jenis cabai di seluruh dunia. Jenis cabai yang umum dibudidayakan
oleh masyarakat adalah C. annuum, C. frutescens, C. chinense, C.
pendulum dan C. pubescens.
Buah cabai memiliki rasa dan
aroma yang khas, beberapa jenis kuliner nusantara menggunakan cabai sebagai
salah bahan pelengkapnya. Buah cabai mengandung vitamin, gizi, protein, lemak,
karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1, dan
vitamin C. Buah cabai tidak hanya dimanfaatan
sebagai bahan penambah rasa, aroma atau hiasan pada makanan, buah cabai
juga digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan obat-obatan herbal yang
mulai booming pada saat ini.
Cabai merah
merupakan salah satu jenis sayuran yang memilki nilai ekonomi yang tinggi. Cabai
mengandung berbagai macam senyawa yang berguna bagi kesehatan selain mengandung
vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap
orang, dan memiliki kandungan zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan
penyakit kanker.
Budidaya tanaman cabai diperbanyak
melalui biji yang ditanam dalam sebuah polybag melalu proses persemaian lalu
dipindah menuju lahan dan bibit yang digunakan berasal dari tanaman yang
seragam, sehat, serta bebas dari hama dan penyakit. Cabai atau lombok merupakan
tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi.
B.
Pengendalian
Hama dan penyakit yang dapat dilakukan
1)
Pengendalian
hama
Dalam PHT beberapa komponen
pengendalian yang dapat diterapkan untuk mengendalikan organisme penggangu
tanaman (OPT) pada tanaman cabe merah adalah sebagai berikut:
A. Pra-tanam
1. Perencanaan
ekosistem
·
Lahan yang akan
ditanami sebaiknya bukan lahan bekas tanaman cabe merah atau keluarga
teterongan (Solanacea). Ini untuk
memutus daur hidup OPT sebelumnya.
·
Sanitasi lahan, dengan
cara membersihkan gulma dan sisa tanaman yang kemungkinan menjadi sumber
infeksi pada tanaman cabai merah mendatang
·
Dilaksanakan pengolahan
tanah mengikuti kaidah agronomi yang benar dan dibuat saluran
·
Di dataran medium dan
tinggi penggunaan mulsa plastic perak dapat mencegah infeksi kutu daun dari
luar pertanaman cabe, serta mencegah thrip mencapai tanah untuk berpupa
sehingga daur hidup thrip akan terputus. Didataran rendah sebaiknya digunakan
mulsa jerami, tetepi hanya pada musim kemarau. Mulsa jerami dipasang setelah
cabai berumur ± 2 minggu setelah tanam. Penggunaan mulsa jerami dimaksudkan untuk
menekan hama thrip, karena pada mulsa jerami terdapat banyak predator seperti
tungau dan Colembola. Predator tersebutakan memangsa thrip yang berpupa di
dalam tanah.
·
Perencanaan pola tanam
yang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman di lapangan seperti:
a) Tumpangsari
cabai merah dengan bawang daun dapat menekan serangan kutu daun persik, karena
bawang daun bersifat pengusir hama tersebut.
b) Tumpang
gilir cabai merah dengan bawang merah akan menekan serangan kutu daun dan thrip
pada tanaman cabai muda.
c) Penggunaan
tanaman perangakap hama : tanaman caisin yang ditanam disekeliling tanaman
cabai merah dapat menekan serangan kutu daun persik, karena caisin lebih
disukai oleh hama tersebut daripada
tanaman cabai. Jika populasi hama tersebut tinggi, penyemprotan insektisida
hanya dilakukan terhadap tanaman perangkap tersebut.
2.
Persemaian
·
Benih cabai merah
dipilih yang sehat ditandai dengan permukaan mengkilat dan bernas.
·
Perlakuan benih dengan
air hangat selama ± 1 jam, dimaksudkan untuk menghilangkan sumber penyakit yang
terbawa dari biji.
·
Untuk menghindari
terinfeksi kutu daun persik dan thrip dari luar, persemaian sebaiknya ditutup
dengan kain kasa atau kain triket.
B. Tanaman
dan pemeliharaan tanaman:
Setelah melakukan proses penanaman
tanaman cabai merah, konsep PHT yang dilakukan dengan melakukan pemasangan perangkap
hama buatan yaitu:
a. Perangkap
likat
Tujuan pemasangan perangkap likat
warna biru atau putih adalah untuk menekan serangan hama trips pada tanaman
cabai, jumlah perangkap yang diperlukan adalah sebanyak 40 buah/ha, perangkat
dibuat dari potongan paralon diameter 10 cm dan panjang ± 10 cm yang diberi cat warna putih dan biru,
digantungkan diatas tanaman cabai. Lem digunakan dapat berupa lem kayu yang
diencerkan dengan vaselin. Lem dipasang setiap seminggu sekali.
b. Perangkap
liat ulat grayak
Pemasangan perangkap ini dilakukan
pada saat tanaman mulai terserang serangan hama jenis ulat. Pemasangan
dilakukan dengan memasang perangkap
feromonoid seks s. Litura (ulat
grayak) sebanyak 40 buah/ha. Kapsul feromonoid seks dipasang diatas Waskom yang
diberi air sabun karton berperekat untuk menjebak imago s. Litura.
c. Atraktan
metil eugenol atau protein hidrolisat.
Penggunaan perangkap ini dilakukan
untuk menekan serangan lalat buah. Pemasangan alat ini dilakukan sebulan
setelah tanaman cabai merah ditanam. Jumlah perangkap yang diperlukan sebanyak
40 buah/ha dengan dosis 1 cc/perangkap.Dua minggu sekali perlu ditambahkan lagi
atraktan tersebut.Pemasangan atraktan ini dilakukan sampai akhir panen.
d. Perangkap
baki kuning
Hama kutu daun menyerang tanaman
pada bagian daun yang berwarna kuning. Dengan pemasangan perangkap baki kuning,
populasi dan intensitas kerusakan tanaman cabai dapat dikurangi.Pada perangkap
kuning diberi air sabun untuk menjebak kutu daun. Keputusan pengendalian hama
dengan pestisida pada tanaman cabai harus berdasarkan nilai ambang pengendalaian
hama tersebut, yaitu:
a. Jika
populasi kutu daun persik telah mencapai 7 ekor/10 daun atau kerusakan daun/
tanaman cabai merah disemprot dengan insektisida.
b. Jika
serangan tungau telah mencapai ± 15 %
per tanaman contoh disemprot dengan insektisida.
c. Jika
intensitas kerusakan oleh serangan ulat grayak telah mencapai ≥ 12,5%, tanaman
cabai disemprot dengan insektisida. Insektisida yang dianjurkan antara lain
triazofos, lufenuron atau flufenoksuron.
C. PENGENDALIAN PENYAKIT
Beberapa cara pengendalian penyakit
(OPT) yang direkomendasikan berdasarkan prinsip PHPT pada tanaman cabai adalah
sebagai berikut:
1. Menanam
bibit yang bebas pathogen pada lahan yang tidak terkontaminasi oleh pathogen
tersebut, baik dipersemaian maupun dilapangan.
2. Perlakuan
biji dengan cara merendam biji dalam air panas (55 °C) selama 30 menit atau
perlakuan dengan fungisida sistemik yaitu golongan triazolei dan pyrimidin.
3.
Sanitasi lapangan
dengan cara memusnahkan bagian tanaman terinfeksi dengan maksud menekan
populasi awal pathogen.
Penyakit : antraknose, bercak daun Circospora, busuk
Fitoptora, busuk daun Chaoanephora, bercak bakteri, busuk lunak bakteri.
4.
Pergiliran tanaman
dengan tanaman lain yang bukan ruang C.capsiei
ataupunC. gloesperiodes.
Penykit : antraknos, busuk Fitoptora, busuk daun
Chaoanephora, bercak bakteri, busuk lunak bakteri, Layu bakteri.
5. Memusnahkan
atau menghindari bermacam-macam gulma (terutama Borreri/Cypeus) yang merupakan inang.
Penyakit: antraknose, penyakit krupuk, layu
fusarium.
C.
Konsep
PHPT
Pada
prinsipnya, konsep pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hama yang
dilakukan dengan mengggunakan kekuatan unsur-unsur alami yang mampu
mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang
merugikan. Pengendalian hama terpadu berpegang pada prinsi-prinsip sebagai
berikut :
1.
Pemanfaatan pengandalian alami (secara biologis dan mekanis) seoptimal
mungkin, dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat mematikan musuh alami
atau organism yang bukan sasaran.
2.
Pengolahan ekosistem dengan mengubah microhabitat sehingga tidak
menguntungkan bagi kehidupan organism pengganggu (hama dan pathogen), melalui
teknik budidaya yang intensif : penanaman bibit dari varietas yang tahan hama
dan penyakit, pergiliran tanaman untuk memutus siklus hidup hama dan pathogen,
sanitasi (kebersihan) lingkungan pengolahan tanah secara intensif, pemberian
air pengairan yang sehat, pemupukan yang berimbang menurut kebutuhan, dan
pengaturan jarak tanam.
3.
Penggunaan pestisida secara bijaksana, yaitu dengan memperhatikan waktu,
dosis, dan efektivitas. Pestisida harus digunakan pada saat yang tepat, yakni
pengendalian dengan cara lain sudah tidak memungkinkan lagi. Dosis juga harus
tepat, menurut kondisi setetmpat dan luas areal yang terserang. Dengan
demikian, efek letal pestisida tidak mempengruhi areal pertanaman yang lain.
Penggunaan pestisida juga harus efektif, yaitu memilih jenis pestisida yang
mempunyai daya racun tinggi dan hanya mematikan hama atau pathogen sasaran.
D.
Implementasi
PHPT yang dapat diterapkan di tingkat petani
a. Pengendalian secara Kultur
Teknis
Pengendalian
secara kultur teknis pada cabai dapat dilakukan
dengan pengelolaan tanah dan air, sanitasi, penggunaan benih/bibit
sehat, pemupukan berimbang, drainase/
guludan, tumpang sari, tanaman perangkap, dan
penggunaan varietas tahan. Penanaman tanaman perangkat atau pengikat
hama, pemusnahan gulma dan pembuangan bagian tanaman yang terserang dengan cara
membakar tanaman tersebut.
b. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati yang
dilakukan disini adalah menggunakan musuh alami, agens hayati lainya yang
sangat spesifik. Agens hayati Thricoderma
spp., Gliocladium sp., Thirps, kutu
daun, Parasitoid Aphidius
sp., predator kumbang Coccinella
transversalis pengendalian hayati yang dilakukan disini adalah menggunakan
musuh alami, agens hayati lainya yang sangat spesifik. Agens hayati Thricoderma spp., Gliocladium sp., Thirps, kutu daun, Parasitoid Aphidius
sp., predator kumbang Coccinella
transversalis, Menochilus sexmaculata,
Chrysopa sp., larva Syrphidae, Harmonia octamaculata, Microphis
lineata, Verculata, Microphis lineata, Veranius sp. Dan pathogen Entomophthora,
Verticulum sp.
c. Pengendalian secara Mekanis atau Fisik,
·
Sanitasi
atau eradiksi selektif terhadap tanaman yang terserang penyakit
·
Sanitasi
terhadap tumbuhan pengganggu yang kemungkinan menjadi tanaman inang lain dari
penyakit .
·
Pengambilan
kelompok telur, larva, atau imago vector virus dari tanaman secara langsung.
·
Pemasangan perangkap
ikat likat kuning (kutu kebul), likat putih (thrips, kutu daun). Penggunaan
perangkap air berwarna kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2,
dipasang ditengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu.
·
Dengan penggunaan kain
kasa atau kelambu baik di bedengan pesemaian maupun di lapangan.
d. Pengendalian
secara Kimiawi.
Pengendalian secara kimiawi ditinjau
dalam hal menekan polulasi hama, dan penggunaan insektisida yang efektif,
terdaftar, dan diizinkan menteri pertanian.Pengendalian secara kimiawi menjadi
alternatif terakhir dalam PHT.
Ditinjau dari cara mengekplorasi
bahan aktif nya pestisida dibagi dalam 2 bagian, yaitu :
1. Pestisida
hayati
Pestisida
yang di ekplorasi dari makhluk hidup karena kandungan bahan aktifnya yang dapat
digunakan untuk mengendalikan penyakit. Pestisida hayati dapat berupa pestisida
nabati (tumbuhan) dan agen hayati (cendawan, bakteri,virus, dsb).
2. Pestisida
sintetis
Pestisida sintetis ini
terbuat dari bahan aktif dari hasil sintesis kimia yang terdiri dari beberapa
golongan.
Pada dasarnya konsep PHT ini belum
bisa diterapkan oleh semua petani, banyak petani tidak mementingkan konsep ini,
mereka lebih mementingkan hasil yang didapat dibanding dampak atau efek yang
ditimbulkan pada sistem budidaya secara berkelanjutan.
No comments :
Post a Comment